Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2011

LUKA HATI

  luka hati di buru segerombolan caci lunglai meraba diri apa yang salah lagi nurani tlah di lembutkan bukan salah ketika kini menjadi garang karena tlah kau cabik rerimbunku yang rindang kau menyibak tirai harimau ketika lelap menyapaku kau meneriakkan suara pekakmu diujung daun telinga lembutku aku tak bisa diam lagi egoku terkoyak, harga diriku terpijak aku terus melawannya dengan taring-taring yang terus mencabiknya ku bilah runcing egonya, kusayati piciknya terbuka matanya tapi tetap gelap karena ventilasinya tak bisa lagi menyentuh cahaya sehingga kau hanya bisa melihat sisi gelap ~rad~

MIMPI

terpuruk digaris mendung ungu menunggu hujan berwarna kutinggalkan singgasana mega   ku pelantingkan tubuh ke bumi dada bidangnya menangkapku   bumi memelukku mesra aku tlah retakkan bingkai mimpiku   jauh sebelum ku terjatuh kubiarkan ia terberai   kutelantarkan di emperan hidupku kuabaikan semua.... aku bagai sang kafilah yang terus bermusafir sesaat menjadi manusia egois hingga akhirnya   mim pi yang bukan mimpi itu kini hanya jadi remah terapung di sungai penuh sampah ~rad ~

SKETSA MASA LALU

  gulungan besar itu seperti ombak hasratmu menyatu tak beraturan sangat abstrak lidahmu yang tak bosan berbual menjilati setiap hati wanita dengan liuk rajukmu yang memuakkan aku bosan dengan aroganmu yang kontras itu pecah jua ombak di depanku lalu engkau bercermin ditepiannya wajahmu seperti sketsa laut pecah seperti buih seperti potret hatimu yang blur tak bisa kumaknai kamu yang tak pernah bisa kupahami 171111 ~rad~

DI PENANTIAN KEDUA

lalu apa lagi sebait harapan kian memudar sejumput mimpi hanya bayangan memabukkan bagai fatamorgana lalu apalagi ketika mimpi kini mengerucut segenap jiwa pun mulai menciut kecut haruskah menguliti sesal sedang orang tak pernah tahu hanya mendendangkan prasangka bisu mungkin takkan begini tapi secuil sesal terlanjur kulumat dalam sekejap nikmat mungkin takkan begini  tapi waktu tak pernah terbeli takkan pernah bisa kembali kini hanya bisa tergugu dipenantian menanti mentari kedua membawa sekedar manik asa menunggu sampe petang memberai kembali  ~rad~

TANPA KATA 2

sudut alun-alun bercerita tentang kegusaran di satu senja saat cemas itu mencekik mengikat leherku tanpa pernah kau tahu hanya kubisiki pada senja yang merangkak dekat wajahku kulayangkan pandang disudut jalanan bising itu seperti sepi  manusia tampak seperti manekin-manekin yang membisu seperti jiwaku yang terdiam tak berteriak sepi dikeramaian hanya gemeletuk gigi beradu menggigil lalu kutuangkan kopi ingin menyusuri malam berduaan denganmu biarlah rasa damai itu bersamaku bersama kita malam ini biarlah kutinggalkan sejenak resahku di rimbun beringin lalu kuterdiam menjajaki hatiku sendiri angin meniup ujung-ujung daun  menyerunya untuk menggelitiki leherku alun-alun itu lengang  sementara engkau masih terdiam  menikmati dendang dari sebuah gitar usang aku ingin menemanimu menyusuri malam tapi sungguh tak ingin bercerita biar kita menangis dan bercakap dalam ruang rasa biar kita duduk tanpa gelak biar kita resapi lagi. sekali lagi sebuah perbincan

HUJAN PAGI INI

Lepas kususuri mimpi, ku menemui hujan pagi ini Gerimis merontakan tangisnya, hingga ku tadahi dikedua tanganku Lalu ku usapi mukaku dengan dinginnya Musim-musim itu lengang tanpa desahan rintikmu   Aroma tanah basah ku hirup hingga resap ke hatiku Lalu kumpulan laron berlarian Menggerombol dilampu-lampu pijar Ia turut berpesta. sekian lama berkerontang Seperti hatiku yang mendamba kesejukan   Tlah ia curahkan air dari langitNya Memberi nafas bagi tiap jiwa-jiwa nestapa Butir-butir itu berkilau seperti cahaya yang mendamaikan Bumi tlah menadah setiap kepedihan yang ia ciptakan   Bumi yang kokoh akan menopang setiap derai-derai air mata resahmu Sementara biarlah air mata ini kuhimpun sendiri. kurangkai sendiri Seperti hujan yang tak pernah menapak bumi 191011 ~rad~

TRIMAKASIH BIJAKSANA

cahaya mata itu meneduhkanku sekian lama berdiri disampingku  tak pernah bosan, tak sekalipun mengingkari ia tak sesempurna pelangi  tapi tak pernah letih memberikan warna warni ia menyapaku saat aku letih saat desak rasa tak mampu membagi bahagia saat jiwa diliputi muram ia datang membawaku mengitari istana hatinya yang indah menjamuku dengan secangkir madu cinta lalu bersulang hingga senja terlelap ia memijariku. menitipkan lentera yang memayungi hatiku ia teguh seperti karang. selalu ada mendekap dinginku seperti mentari hangatkan teras rumahku ia bukan arjuna. tapi ia mampu mematahkan egoku dengan panah-panah yang ia lesatkan tepat di jantungku trimakasih lelakiku atas setiamu yang tak pernah surut trimakasih telah menjadi kekasih bagi jiwa yang tak sempurna ini trimakasih akan semua kemaklumanmu atas diriku trimakasih bijaksana ~rad~

DALAM RINTIK

  Dalam rintik ada perih  Ada bahagia yang tersandera    Ada tawa yang tak sempat pecah Ada sepi mengalir dalam garis garis hujan    Dalam rintik kutemukan nafas bumi yang tercekik    kutemukan hasrat bahagia yang terhempas kutemukan ketidakberdayaan Dalam rintik ada luka  A da kesakitan yang tak terkatakan     Ada bungkam yang berbicara lewat gemericik. Ada damai yang menyimpan letih  ~ rad ~

KITA DAN KENANGAN SEKELUMIT ITU

Kita dan kenangan sekelumit itu memang hanya sekelumit tapi rumit perasaan-perasaan yang hanya kita yang tahu, sebuah sonata ungu, biru, pink dan bahkan kelabu sebuah getar-getar yang aneh dan menggelitik  saat sebuah ejekan mampu menjadi pujian, saat sebuah gelak mampu menjadi kesungkanan saat hidupku tiba-tiba menjadi ajaib, aneh dan ga logis karenamu saat pertemanan itu berubah menjadi cinta saat kita lalu menjalaninya, menjalani apa adanya perasaan ini saat semua menjadi indah dan penuh warna dulu, terkadang bisa kita habiskan berjam-jam hanya untuk bercanda smsan sampe pagi, melihatmu melakukan hal konyol maen pees, nonton film, melakukan hal hal yang kusuka selama hampir 5 bulan kebersamaan sekelumit tapi asyik sampai akhirnya aku sadar aku salah, aku gaboleh meneruskan ini semua. ada sosok yang gabisa ku sakiti, ini terlalu ga adil buatnya, dan seketika itu aku memutuskan untuk tak lagi bersamamu *** beberapa tahun kemudian ia datang lagi ke kehidupank

LELAKI BERWAJAH CANDU

mungkin ini hanya cerita, dari seorang pemuja langit setiap kali menatap, tanpa bisa merasakan hamparannya dan lelaki berwajah candu ia hanyalah selongsong rindu tiap kali ingin meneguk madu, dihamparan wajahmu merasakan sepoi teduh matamu lalu akupun terus menukik hingga telungkup di dasar langitmu *** mungkin selamanya hanya bisa menatapmu mereguk setiap pesonamu meminum  bercawan-cawan anganku lalu harus kembali pada realita ~rad~

KABUT RESAH

  pagi tadi dikotaku salju memutih kepul dingin hembus nafas seperti gunung yang mampir kesini  kabut bosan dilereng sumbing ia bertengger di tembok tembok depan rumah tengkukku bergetar hebat bagai anak setan sedan g mencumbu aku meleleh bagai patung es di jilati embun bening itu masih berjubah resah semalam menanti kau datang bertandang dengan sekoci-sekoci kecil  dan dayung-dayung kayu di tangan 'magelang, 24 juni/11' ~rad~

UNTUK SEMESTA

Aku rindu nyatu alam segala musik hidup dengan daun - daun lembab nya dingin diluar kolong rumah saat aku terjebak di setiap lekuk tubuh dihantam hujan tak ada ingin untuk menepis s e tiap apa y an g jatuh dinikmati sebagai kehidupan saat seperti itu setiap partikel udara adalah gairah saat tak ada jarak dengan realita berakrab dengan lendut itu ciprat becek sisa hujan semalam aroma tanah basah ah indahh, semua nyatu bagai paduan kicau teriak melagukan tembang hidup rambut ngombak teriak melambai-lambai seperti tangkup yang megar di hias kecipak air jalanan kadang kangen suara deru bising yang sering kuhujat debu yang menggelitik hidung jalanan macet berlubang aku rindu kalian- 21 juni /11 ~rad~

PEREMPUAN BERSAYAP JINGGA

  ia.... perempuan dengan sayap tersayat bahunya dipenuhi nanah disayapnya kulihat semburat luka berwarna jingga mungkin air mata tlah ia puisikan lewat senyum tulus senyum tulus penuh kepedihan sementara ia terus menelan beribu sajak sarkasme dari mulut sang cerca dari balik siluet senyumnya mampu kulihat ranting-ranting rapuh hatinya patahan, remukan jiwanya yang berserak seperti meneriakkan berontak tapi ia hanya diam, bungkam memaksa perih mendekam djogdja, 170611 ~rad~

ABSURD

Ku tulis dalam kertas Semua isyarat yang tak kudendangkan ditelingamu Mungkin gema suaraku bisa kau baca   Aku melengking lewat kertas usang ini bicara padamu melalui langit yang memproyeksikan rasaku Aku berbicara padamu yang tak bisa pahami bahasa lisanku Hanya bisa mengerti jika ku berkata dengan bahasa hatiku Ohh tidakk ! aku lupa, kamu juga tak mampu pahami hatimu bukankah tlah tertutupi keegoisan Percuma saja aku berkoar Hatimu, mulutmu, dan bahkan lisanmu Semuanya tak lagi berfungsi dengan baik Semuanya kaku dan mati rasa !   Namun, hatiku kini lebih mati rasa dari semua ketidakfungsian indramu Aku tak dapat merasakan cinta mu Cinta yang kau jabarkan dalam sebuah novel romantis Novel dan drama kemunafikanmu yang absurd bagiku ~rad~

NADA NOSTALGIA

malam menikam memukul resah hanya bertemankan setenggak gelisah terjerat dalam waktu terkungkung dalam kepenatan  masih saja memikul beban  ahh... ingin rasanya kembali pada hujan sebelum senja kuning berdansa berlarian kurebahkan sejenak terdengar lirih alunan nada denting demi denting melengking membawaku larut ahh... aku terbawa sketsa hitam putihmu kisah demi kisah terukir lugu damai itu makin terasa sejuk melodi ceria   nada nostalgi semakin melena membuaiku dalam rindu lama djogdja, 16 okt 11 ~ rad ~

SEONGGOK RESAH DI SENJA SORE

Seonggok resah terdiam membisu ditelan senja sore disekitar hening merambat sampai terasa di aliran darahnya resah masih bersembunyi di sebalik otak yang kacau bumi masih berputar, tapi resah ini makin tenggelam. tak berjawab !  resah menjerit, resah mendengkur, resah berjalan di liuk bukit-bukit tandus  mencoba mencari tempat merapuh resah beterbangan di atas tanyaku resah merembes diantara embun-embun dan hujan yang membasahi daun-daun kering tapi tak jua resah mendapatkan jawab atas tanya konyol itu dan akhirnya resah tertidur pulas diantara ketinggian puncak bukit masih tetap mendengkur diiringi tingkah senja yang redup resah berdiri kokoh sambil terlelap  membiarkan resah beranak pinak, menumpuk, bertumpuk  menjadi resah baru yang makin tak jelas sementara dedaunan yang makin kikis tetap menaunginya senja makin merangkak resah masih pulas membiarkan malam dingin tanpa menjawab ~rad~

KEHAMPAANKU

sore ini aku hanya merasa sedikit berantakan jangan kau cari aku dulu aku serasa habis berperang melawan gontai batin ini ahhh, mungkin kau masih mencari juga di sela-sela rindang itu, di antara rimbun daun begitu kecewanya engkau sang serangga nakal tak kau temui ia masih saja datang pergi begitu lunglai engkau, lalu masuk peraduan mungkin isakmu takkan berguna karena ini bukan tentang kenakalan ku bukan juga tentang sentimen ku Namun ternyata... jiwamu terlanjur tersakiti akan sakitku dan jiwamu terlanjur ku beri jarak apa yang harus kujelaskan pada jiwa-jiwa yang dilingkupi muram aku terus berjalan, walau bening masih jua mengalir tapi ia tak pernah tau aku jua sakit atas perlakuanku aku merasa menjadi penjahat hatimu bukan untuk mencuri hati dan simpatimu aku bahkan merampoki setiap bahagia yang kau himpun aku ini keji padamu, tapi kenapa masih kau cari? aku sang pisau itu, tlah beribu kali menikammu walau itu bukan mauku, t

MENJEMPUT RANTI

Oleh: Ratih Angga Dewi Gemintang menawarkan malamnya tapi aku hanya berdiam di ruang gelapku.  Diluar dingin tak sempat menusuk tulangku. Ia hanya membelai ujung tengkukku lalu berlalu. Dinding-dinding ini terlalu kokoh hingga udara tak bisa menerabas dunia kecilku. Aku merindukan kota itu, merindukannya,  setiap sudut dan aroma nafasnya. Aku merindukan Ranti-ku Aku merindukan memeluk malam, membelah keheningan itu. Menikmati senja keraton, menghirup kesederhanaan kotamu, aku rindu nasi kucingmu Menikmati kesahajaan, dalam tabir hitam putihmu. Membaur dengan suasana riuh kota. Damai bersama petikan gitar usang, lalu membayangkan bercengkrama denganmu disebuah tikar lusuh tapi cukup hangat. Ditemani semangkuk ronde hangat. Jogja, aku selalu merindukanmu. Walau hanya sejengkal jarak kita. Ganjar menutup diarynya bersamaan puisi itu rampung ditulisnya. Ia menelungkup di meja kerjanya. Betapa ia terbayang sosok ayu itu. Sosok yang tak bisa lagi di temuiny

DI BALIK KOLONG

Masih  terus mencari Mungkin saja ia sembunyi Melolong dibalik kolong Mungkin saja mulutnya bosan Berkoar diatas rumput liar Mungkin ingin berkicau Tanpa bisa kudengar Hanya jangkrik-jangkrik berkerik Miris mendengarmu Menggonggong bagai tong kosong Meringkuk Sembari berkata penuh muluk  ~rad~