Oleh: Ratih Angga Dewi
Gemintang menawarkan malamnya tapi aku hanya berdiam di ruang gelapku.
Diluar dingin tak sempat menusuk tulangku. Ia hanya membelai ujung tengkukku lalu berlalu. Dinding-dinding ini terlalu kokoh hingga udara tak bisa menerabas dunia kecilku.
Aku merindukan kota itu, merindukannya, setiap sudut dan aroma nafasnya. Aku merindukan Ranti-ku
Aku merindukan memeluk malam, membelah keheningan itu. Menikmati senja keraton, menghirup kesederhanaan kotamu, aku rindu nasi kucingmu
Menikmati kesahajaan, dalam tabir hitam putihmu. Membaur dengan suasana riuh kota. Damai bersama petikan gitar usang, lalu membayangkan bercengkrama denganmu disebuah tikar lusuh tapi cukup hangat. Ditemani semangkuk ronde hangat. Jogja, aku selalu merindukanmu. Walau hanya sejengkal jarak kita.
Ganjar menutup diarynya bersamaan puisi itu rampung ditulisnya. Ia menelungkup di meja kerjanya. Betapa ia terbayang sosok ayu itu. Sosok yang tak bisa lagi di temuinya. Betapa banyak kenangan-kenangan yang pernah dilaluinya. Ganjar mencengkeram, mengepal-ngepal tangannya sendiri mengingat kejadian sore itu. Waktu itu Ranti, nama gadis itu tiba-tiba disusul ayahnya, ditarik paksa dan kemudian dibawa pulang, dirampas dari kebahagiaannya. Apa salahku ?? Ganjar bertanya pada hatinya, apa salahku menjalin hubungan dengan seorang Ningrat ,seorang berdarah biru, wanita priyayi. Darah biru itu bukankah hanya istilah status social. Darah manusia itu semua merah. Ganjar kembali mengepalkan tangannya .
Ganjar memutuskan untuk ke jogja besok pagi. Itu keputusannya. Ia ingin memperjuangkan cintanya. Ia tak akan membiarkan Ranti sampai menikah dengan Sungkono, seorang ningrat tua pilihan ayahnya . Ia ingin mengajak kabur Ranti. Ya, Ganjar akan membawa Ranti ke jakarta.
Bagaimanapun juga cinta Ganjar lebih besar dari apapun juga, dr resiko-resiko itu. Ganjar memantapkan hatinya. Ia tak mau menyerah dengan keadaan .Selama ini ia terkungkung di dalam kepengapan jakarta, memendam rindu yang menyesakkan.
*****
Ganjar mengepulkan asap rokoknya didekat jendela kamarnya. Ia sudah sampai di rumahnya. Udara malam jogja kini tak hanya bisa dibayangkan, tak hanya ada dalam diary dan puisi2 penuh rindu sesak itu.
Sekali lg ia menghirup nafas desa yang masih sejuk itu. Ia melamun didekat jendela sambil menikmati rokok dan udara yang lama dirindukannya.
''Kenapa to le?'' kok ngalamun terus ? '' ibu Ganjar menghampiri dan duduk disamping anak lelakinya itu
'' Kamu mau ketemu Ranti?? '''
''Inget le. kita ini berbeda, koyo bumi karo langit '' bu Midah menepuk-nepuk punggung anaknya yang mematung tak bergerak.
'' Aku harus kesana bu'' Ganjar bicara pasti dengan tatapan kosong ''
'' Opo le? jangan ! Nanti kamu sakit hati lagi sama omongan bapaknya Ranti
''Ora popo bu, aku wis kebal '' Ganjar menjawab dengan nada santai''
Bu Midah hanya bisa geleng-geleng kepala dan berkata lirih dalam hati
'' Kowe urung ngerti le ''
****
Malam kedua, Ganjar melangkah dari rumahnya tanpa diketahui siapapun, Ia mengendap endap di kegelapan, Dengan langkah hati-hati ia memasuki pekarangan rumah Ranti . hemmmmm'' ada suara berdehem disamping pekarangan. tepatnya di depan beranda rumah. Suara khas lelaki paruh baya .
Ayah Ranti sedang duduk rupanya di depan rumah. Di dipan kesayangannya. Sambil mendengarkan radio. Samar-samar terdengar suara langgam jawa dari radio itu. ''lumayan meredam suara langkahku'' batin Ganjar lega.
Belum selesai kelegaan itu, tiba-tiba sebuah batu mengantuk ujung ibu jarinya. Ganjar terkilir dan mengaduh,
''Sopo kui ? '' suara ayah Ranti mematikan radionya. Ia mendengar suara gedebuk yang ditimbulkan Ganjar. ''Ups, ganjar menghentikan langkahnya.
Ia menahan perih di jempolnya sambil meringis ringis. Ia menyadari ayah Ranti mulai curiga.
Beberapa saat kemudian suara radio kembali terdengar. Ganjar lega, ia meneruskan langkah ke jendela kamar Ranti.
Ganjar tak bisa menghubungi Ranti lewat ponsel. Tepatnya Sejak 6 bulan yang lalu Ranti benar-benar tak bisa di ketahui kabarnya. Semua akses untuk berhubungan ditutup, nomor hp diganti, dan pasti pak Rusdi akan lebih memprotek anaknya kalo tau aku pulang ke jogja ,batin Ganjar .
Ganjar tak bisa menghubungi Ranti lewat ponsel. Tepatnya Sejak 6 bulan yang lalu Ranti benar-benar tak bisa di ketahui kabarnya. Semua akses untuk berhubungan ditutup, nomor hp diganti, dan pasti pak Rusdi akan lebih memprotek anaknya kalo tau aku pulang ke jogja ,batin Ganjar .
****
Tok tok tok '' Ranti !! Ran!! Ganjar mengetuk jendela kamar Ranti di belakang rumah. Ia yakin kamar kekasihnya itu masih belum berpindah. Suasana gelap, hanya bayangan pohon pisang seperti hantu yang bergerak-gerak.
''Ranti !! Ranti !!, Panggilan ganjar tak jua digubris oleh sang penghuni kamar. Ganjar mulai ngeri melihat sekitar, suasana kebun belakang pak Rusdi sangat sangat gelap. Ganjar hanya membawa senter kecil sekedar untuk menerangi langkahnya.
Tiba tiba ''kreeeekkk'' suara jendela terbuka. ''Loh, mas Ganjar'' Ranti muncul dari balik jendela dengan rambut acak-acakan dan wajah panik. ''
''Ranti'' ayo kita pergi, cepet siap2, Ganjar sgt antusias untuk membawa Ranti pergi .
Ia membuka jendela kamar Ranti ,Tapi begitu terkejutnya Ganjar.
''Ada sosok lelaki di atas ranjang kekasihnya sedang tertidur pulas . Dan di kamar itu banyak terpampang foto2 pernikahan mereka.
Ganjar pulang dgn langkah lemas....
~ TAMAT ~
Komentar
Posting Komentar